Langsung ke konten utama

TANGGUNG JAWAB ILMUWAN

Kemajuan dalam bidang berbagai ilmu membawa manfaat yang banyak bagi kehidupan manusia. Di samping manfaat positif, muncul pula penyalahgunaan kemajuan ilmu sehingga menimbulkan malapetaka. Perang Dunia I yang menghadirkan bom biologis dan perang Dunia II memunculkan bom atom yang merupakan dampak negatif penyalahgunaan ilmu dan teknologi.
Battle of Berlin antara Bulan April-Mei 1945

Setelah ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan pada masyarakat. Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tentu tidak terlepas dari ilmuwannya. Seorang ilmuwan akan dihadapkan akan kepentingan-kepentingan pribadi atau kepentingan masyarakat yang akan membawanya pada persoalan etika keilmuan sehingga harus “dipupuk” dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab, akademis dan tanggung jawab moral.

Dengan kemampuan pengetahuan, seorang ilmuwan harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah yang seharusnya mereka sadari sangat jelas. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul di bahunya karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Tugas ilmuwan tidak hanya menelaah secara individual, namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.
Dalam filsafat, tanggung jawab adalah kemampuan manusia yang menyadari bawah seluruh tindakannya selalu mempunyai konsekuensi. Perbuatan tidak bertanggung jawab adalah perbuatan yang didasarkan pada pengetahuan dan kesadaran yang seharusnya dilakukan juga. Menurut Prof. Burhan Bungin (200:43), tanggung jawab merupakan restriksi (pembatasan) dari kebebasan yang dimiliki oleh manusia tanpa mengurangi kebebasan itu sendiri. Tidak ada yang membatasi kebebasan seseorang kecuali kebebasan orang lain.[1]
Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka dia diterima sebagai bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat tersebut. Penciptaan ilmu bersifat individu namun komunikasi dan penggunaan ilmu bersifat sosial. Peranan individu inilah yang menonjol dalam kemajuan ilmu di mana penemuan seorang seperti Newton atau Edison dapat mengubah wajah peradaban.
Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial yang terpikul di bahunya. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Sikap sosial ilmuwan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan  yang dilakukan. Sering dikatakan orang bahwa ilmu itu terbatas dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para ilmuwanlah yang memberinya nilai. Semua penelaahan ilmiah dengan menentukan masalah dan demikian juga halnya dengan proses pengambilan keputusan dalam hidup bermasyarakat.
Peranan ilmuwan menjadi sesuatu yang imperatif. Dialah yang mempunyai latar belakang pengetahuan yang cukup untuk dapat menempatkan masalah pada proporsi yang sebenarnya. Oleh sebab itu, dia mempunyai kewajiban sosial untuk menyampaikannya suatu hal kepada masyarakat banyak dengan bahasa yang dapat mereka cerna.
Jika terjadi suatu masalah di masyarakat namun  tidak dapat dipecahkan. Dalam hal ini seorang ilmuwan harus tampil ke depan dan berusaha mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah tersebut. Seorang ilmuwan terpanggil dalam tanggung jawab sosial mengenai hal inilah karena dia mempunyai kemampuan untuk bertindak persuasif dan argumentatif berdasarkan pengetahuan yang ia miliki.

Kemampuan analisis seorang ilmuwan dapat digunakan untuk mengubah kegiatan non produktif menjadi kegiatan produktif yang bermanfaat bagi masyarakat banyak. Karakteristik lain dari ilmuwan terletak dalam cara berpikir untuk menemukan kebenaran. Manusia dalam usaha untuk menemukan kebenaran itu ternyata menempuh cara yang bermacam-macam sehingga menimbulkan pameo ( kepala Sam berbulu namun pendapat berlain-lain).
Pikiran manusia bukan saja digunakan untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran namun sekaligus juga dapat digunakan untuk menemukan dan mempertahankan hal-hal yang tidak benar. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia biasa yang berpikir teratur dan teliti. Bukan saja pemikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur namun segenap materi juga menjadi bahan pemikiran yang dikaji dengan teliti. Seorang ilmuwan tidak menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa suatu pemikiran yang cermat. Di sinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir seorang awam.
Proses menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis bagi seorang ilmuwan. Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap etis seorang ilmuwan. Kegiatan intelektual yang meninggikan kebenaran sebagai tujuan akhirnya mau tidak mau akan mempengaruhi pandangan moral.
Di bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuwan bukan lagi memberikan informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar dan kalau perlu berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini merupakan implikasi etis dari proses penemuan kebenaran secara ilmiah. Di tengah situasi di mana segenap nilai mengalami kegoncangan maka seorang ilmuwan harus tampil ke depan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang memberinya keberanian. Demikian juga dalam masyarakat yang sedang membangun maka dia harus bersikap seorang pendidik dengan memberikan suri teladan. Aspek etika dari hakikat keilmuan ini kurang mendapatkan perhatian baik dari pendidik maupun para ilmuwan itu sendiri. Kita cenderung mendidik anak-anak kita menjadi cerdas tanpa mempersiapkan mereka dengan saksama agar kecerdasan itu dilengkapi dengan moral yang luhur. Para pendidik bukan saja lupa memasukkan hal tersebut dalam materi kurikulumnya namun juga gagal memberikan teladan dalam proses belajar mengajar.[2]
Seorang ilmuwan harus memiliki sikap ilmiah untuk menyelesaikan masalah. Ada banyak pendapat ahli yang mengungkapkan masalah ini, tetapi sedikitnya ada beberapa sikap yang perlu dimiliki oleh para ilmuwan, antara lain : [3]
  1. Seorang ilmuwan harus bersikap selektif terhadap segala informasi dan realita yang dihadapinya.
  2. Seorang ilmuwan sangat menghargai segala pendapat yang dikemukakan oleh orang lain, oleh para ilmuwan lainnya, memiliki keyakinan yang kuat terhadap kenyataan maupun terhadap alat indra serta budi, adanya sikap positif terhadap setiap pendapat atau teori terdahulu telah memberikan inspirasi bagi terlaksananya penelitian dan pengamatan lebih lanjut.
  3. Seorang ilmuwan juga memiliki rasa tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan sehingga dia terdorong untuk terus melakukan riset atau penelitian.


Seorang ilmuwan harus memiliki akhlak atau sikap etis yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan bangsa dan negara.






[1] Muhamad Mufid, “ Etika dan Filsafat Komunikasi”, (Depok : Prenada Media), h. 243
[2] Jujun S. Suriasumantri, “ Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer”,(Jakarta : Penebar Swadaya), h.237-244
[3] Susanto, “ Filsafat Ilmu”, (Jakarta : PT Bumi Aksara), h.196

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengembangan Pembelajaran TPACK

TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge) adalah kerangka konseptual yang dikembangkan oleh Punya Mishra dan Matthew J. Koehler pada tahun 2006. TPACK menggabungkan pengetahuan teknologi, pedagogi, dan konten untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Komponen TPACK 1. *Pengetahuan Konten (Content Knowledge)*: pemahaman tentang materi pelajaran. 2. *Pengetahuan Pedagogi (Pedagogical Knowledge)*: pemahaman tentang metode pengajaran. 3. *Pengetahuan Teknologi (Technological Knowledge)*: pemahaman tentang teknologi. 4. *Pengetahuan Konten-Pedagogi (Pedagogical Content Knowledge)*: integrasi pengetahuan konten dan pedagogi. 5. *Pengetahuan Teknologi-Konten (Technological Content Knowledge)*: integrasi pengetahuan teknologi dan konten. 6. *Pengetahuan Teknologi-Pedagogi (Technological Pedagogical Knowledge)*: integrasi pengetahuan teknologi dan pedagogi. 7. *Pengetahuan TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge)*: integrasi pengetahuan teknologi, pedagogi, dan konten. Prin...

PARADIGMA BERPIKIR

Paradigma berpikir adalah kerangka atau pola pikir yang digunakan untuk memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah. Paradigma berpikir dapat mempengaruhi cara kita memandang dunia, menginterpretasikan informasi, dan membuat keputusan. Ada beberapa jenis paradigma berpikir, antara lain: 1. Paradigma konvensional: berpikir secara tradisional dan mengikuti aturan yang sudah ada. 2. Paradigma kritis: berpikir secara kritis dan mempertanyakan asumsi yang sudah ada. 3. Paradigma kreatif: berpikir secara kreatif dan mencari solusi baru. 4. Paradigma holistik: berpikir secara holistik dan mempertimbangkan keseluruhan sistem. Dalam memecahkan masalah, paradigma berpikir yang tepat dapat membantu kita: - Mengidentifikasi masalah yang sebenarnya - Menganalisis informasi yang relevan - Mencari solusi yang efektif - Membuat keputusan yang tepat Namun, paradigma berpikir yang tidak tepat dapat menyebabkan kita: - Mengabaikan informasi yang penting - Membuat asumsi yang salah - Mencari solusi yan...

SOAL UAS TRY OUT MTK kelas 5

SOAL TRY OUT UAS SMT I Matematika Kelas 5 SD Quiz Matematika Kelas 5 SD Ayo kerjakan 20 soal berikut ini! 1. KPK dari 6 dan 8 adalah … a. 12 b. 24 c. 48 d. 2 2. FPB dari 24 dan 36 adalah … a. 6 b. 8 c. 12 d. 72 3. KPK dari 12, 18, dan 24 adalah … a. 36 b. 72 c. 48 d. 96 4. 3/4 + 1/2 = … a. 2/4 b. 3/4 c. 5/4 d. 6/4 5. 5/6 − 2/6 = … a. 3/6 b. 7/6 c. 3/12 d. 1 6. 7/8 + 3/4 = … a. 10/12 b. 13/8 c. 1 3/8 d. 4/12 7. 5/9 − 1/3 = … a. 4/9 b. 2/9 c. 6/9 d. 8/9 8. 2/5 + 3/6 = … a. 5/11 b. 27/30 c. 12/35 d. 11/25 9. 3/4 × 8/9 = … a. 24/36 b. 11/13 c. 2/3 d. 1 10. 3/5...