Langsung ke konten utama

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

A. Pendidik

    1. Pengertian Pendidik

        Dari segi bahasa, sebagaimana dijelaskan oleh WJS. Poerwadarminta pendidik adalah orang yang mendidik.[1] Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik.

        Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan guru/pendidik, kata tersebut seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar disekolah dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah. Bukan hanya bahasa inggris, tetapi dalam bahasa Arabpun terdapat kata-kata yang berhubungan dengan pendidik, misalnya kata ustadz yang berarti guru dan Mudaris yang artinya juga adalah guru.

        Beberapa kata tersebut secara keseluruhan terhimpun dalam kata pendidik, karena seluruh kata tersebut mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan dimana pengetahuan dan keterampilan diberikan. Jika pengetahuan dan keterampilan tersebut diberikan di sekolah disebut teacher, di perguruan tinggi disebut lecturer atau professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di pusat-pusat latihan disebut instructor atau trainer dan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator.

        Dengan demikian, kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya.

        Adapun pengertian pendidik menurut istilah yang lazim digunakan di masyarakat telah dikemukan oleh para ahli pendidikan. Ahmad tafsir misalnya, yang mengatakan bahwa pendidik dalam Islam, sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.[2]

2. Tugas dan Tanggung jawab Pendidik

        Keutamaan seorang pendidik terletak pada tugas mulai yang diembannya. Tugas yang diemban seorang pendidik hampir sama dengan tugas seorang rasul. Artinya, tugas pendidik sebagai warasat al-anbiya’ pada hakekatnya mengemban misi rahmat li al-‘alamin, yakni suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Misi ini kemudian dikembangkan pada proses pembentukan kepribadian yang bejiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi.[3]

        Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan hati manusia untuk ber-taqqarub kepada Allah. Sejalan dengan ini Abd al-Rahman al-Nahlawi menyebutkan tugas pendidik. Pertama, fungsi penyucian yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara, dan pengembang fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran yakni menginternalisasikan dan mentransformasikan pengetahuan dan nilai-nilai agama kepada manusia.[4]

        Dari uraian tanggung jawab yang disebutkan oleh Abd al-Rahman al-Nahlawi adalah mendidik individu supaya beriman kepada Allah dan melaksanakan syari’atNya, mendidik diri supaya beramal saleh, dan mendidik masyarakat untuk saling menasehati dalam melaksanakan kebenaran, saling menasehati agar tabah dalam menghadapi kesusahan, beribadah kepada Allah serta menegakkan kebenaran. Tanggung jawab itu bukan hanya sekedar tanggung jawab moral seorang pendidik terhadap anak didik, akan tetapi lebih jauh dari itu. Pendidikan akan mempertanggungjawabkan atas segala tugas yang dilaksanakannya kepada Allah.

        Dari tugas pendidik tersebut, Ibnu Khaldum juga memperingatkan pentingnya kewaspadaan guru terhadap kelemahan dan belum matangnya akal anak-anak. Karena anak-anak pada pertama kalinya tidak mampu memahami sekaligus, kecuali sebagian yang terkecil dan dengan cara sedikit-sedikit dan penjelasan-penjelasn yang disertai dengan contoh-contoh yang diinderakan.[5]

        Sedangkan S. Nasution membagi tugas guru menjadi tiga. Pertama, sebagai orang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugasnya ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang bahan yang akan diajarkannya. Kedua, guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan sesuatu yang berguna dan dipraktekkan dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga guru tersebut menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki oleh mata pelajaran tersebut. Ketiga, guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisiplin, cermat berfikir, mencintai pelajarannya atau yang mematikan idealism dan picik dalam pandangannya.[6]

3. Kompetensi Pendidik


        Kata kompetensi menurut bahasa yaitu berasal dari bahasa Inggris yaitu competence yang berarti kemampuan kecakapan kopetensi dan wewenang. Sedangkan menurut istilah, banyak para ahli yang medefinisikannya, yaitu:

  • Menurut Broke dan stone menyatakan bahwa kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif perilaku guru yang tampak sangat berarti. Sedangkan menurut E Johnson mengartikan kompetensi adalah perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.
  •  Menurut pendapat W Robert Houston, kompetensi bisa dilakukan sebagai “Suatu tugas memadai atau pemilikan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang dituntut oleh jabatan seseorang 
  • Zakiah Darajad, mengemukakan, bahwa kompetensi adalah kemenangan untuk menentukan pendidikan agama yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah tempat guru itu mengajar 

           Kompetensi ini merupakan keharusan yang harus dimiliki oleh seorang pendidik agar ia berhasil dalam melaksanakan tugasnya.

            Menurut Asnawir, ada tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru , yaitu:

  • Kompetensi di bidang kognitif yaitu kemampuan intelektual yang harus dimiliki oleh seorang guru yang meliputi penguasaan materi pelajaran, pengetahuan cara mengajar, pengetahuan belajar dan tingkah lakuindividu pengetahuan tentang administrasi kelas. Pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar murid, dan pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya.
  •  Kompetensi bidang sikap, yaitu kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya yang meliputi, menghargai pekerjaan, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesame teman seprofesinya, memiliki kemauan yang keras untuk mengetahui hasil pekerjaannya. 
  • Kompetensi perilaku, yaitu kemampuan dosen dalam berbagai keterampilan berprilaku, yang meliputi keterampilan mengajar, membimbing, menggunakan alat bantu atau media pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan teman menumbuhkan semangat belajar murid, menyusun persiapan perencanaan mengajar dan keterampilan pelaksanaan administrasi kelas. 
           Sedangkan dalam proses pengajaran ada sepuluh kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yaitu: 
  •  Menguasai bahan ajar
  • Mengelola program pengajaran
  • Mengelola kelas.
  • Menggunakan media dalam sumber pembelajaran.
  • Menguasai landasan kependidikan.
  • Mengelola proses pembelajaran.
  • Menilai proses hasil pelajaran.
  • Mengenal dan melaksanakan layanan BK.
  • Mengenal dan melaksanakan administrasi sekolah.
  •  Memahami dan menafsirkan penelitian.[7]

B. Peserta Didik

    1. Pengertian peserta didik


        Peserta didik merupakan raw material (bahan mentah) dalam proses transformasi dalam pendidikan.[8] Dilihat dari segi kedudukannya, anak didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisiten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya.

        Dalam bahasa arab dikenal tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan pada anak didik kita. Tiga istilah tersebut ialah murid yang secara harfiah berarti orang yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu; tilmidz (jama’nya) talamidz yang berarti murid, dan thalib al-ilm yang menuntut ilmu, pelajar atau mahasiswa. Ketiga istilah tersebut seluruhnya mengacu kepada seseorang yang tengah menempuh pendidikan.

        Berdasarkan pengerian di atas, maka anak didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan dan pengarahan. Dalam pandangan Islam, hakikat ilmu berasal dari Allah, sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu itu dari Allah, maka membawa konsekwensi perlunya seorang anak didik mendekatkan diri kepada Allah atau menghiasi diri dengan akhlak yang mulia yang disukai Allah, dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah. Dalam hubungan ini muncullah aturan normative tentang perlunya kesucian jiwa bagi seorang yang sedang menuntut ilmu, karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugrah Allah. Hal ini dapat dipahami dari ucapan Imam Syafi’I berikut:

        Aku mengadukan masalahku kepada guruku bernama Waki’, karena kesulitan dalam mendapatkan ilmu (sulit menghafal). Guruku itu menasehatiku agar menjauhi perbuatan maksiat. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya allah tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat.[9]

        Ungkapan di atas mengisyaratkan bahwa ilmu itu hakikatnya cahaya dari Allah, dan hal itu hanya diberikan kepada hamba-Nya yang ta’at kepadanya.

2. Tugas Peserta Didik dalam Proses Pembelajaran


        Siswa memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran. pembelajaran yang sifatnya monoton dan keterbatasan sumber belajar menjadi masalah utama yang harus diatasi. Siswa memegang peranan penting dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran.

        Untuk menjadikan kelas lebih berwarna para siswa diharapkan menjadi siswa yang aktif dalam proses pembelajaran dan memiliki komunikasi yang baik dengan pendidiknya.


BACA JUGA : 8 KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR





Sumber :


[1] W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 250


[2] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 62


[3] Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 157


[4] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), h. 88


[5] Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 126


[6] Abudin Nata, op. cit., h. 63-64


[7] Ramayulis fpi hal.152-153


[8] Ramayulis, FPI, op. cit., h.169


[9] Abudin hal. 79-80

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengembangan Pembelajaran TPACK

TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge) adalah kerangka konseptual yang dikembangkan oleh Punya Mishra dan Matthew J. Koehler pada tahun 2006. TPACK menggabungkan pengetahuan teknologi, pedagogi, dan konten untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Komponen TPACK 1. *Pengetahuan Konten (Content Knowledge)*: pemahaman tentang materi pelajaran. 2. *Pengetahuan Pedagogi (Pedagogical Knowledge)*: pemahaman tentang metode pengajaran. 3. *Pengetahuan Teknologi (Technological Knowledge)*: pemahaman tentang teknologi. 4. *Pengetahuan Konten-Pedagogi (Pedagogical Content Knowledge)*: integrasi pengetahuan konten dan pedagogi. 5. *Pengetahuan Teknologi-Konten (Technological Content Knowledge)*: integrasi pengetahuan teknologi dan konten. 6. *Pengetahuan Teknologi-Pedagogi (Technological Pedagogical Knowledge)*: integrasi pengetahuan teknologi dan pedagogi. 7. *Pengetahuan TPACK (Technological Pedagogical Content Knowledge)*: integrasi pengetahuan teknologi, pedagogi, dan konten. Prin...

PARADIGMA BERPIKIR

Paradigma berpikir adalah kerangka atau pola pikir yang digunakan untuk memahami, menganalisis, dan memecahkan masalah. Paradigma berpikir dapat mempengaruhi cara kita memandang dunia, menginterpretasikan informasi, dan membuat keputusan. Ada beberapa jenis paradigma berpikir, antara lain: 1. Paradigma konvensional: berpikir secara tradisional dan mengikuti aturan yang sudah ada. 2. Paradigma kritis: berpikir secara kritis dan mempertanyakan asumsi yang sudah ada. 3. Paradigma kreatif: berpikir secara kreatif dan mencari solusi baru. 4. Paradigma holistik: berpikir secara holistik dan mempertimbangkan keseluruhan sistem. Dalam memecahkan masalah, paradigma berpikir yang tepat dapat membantu kita: - Mengidentifikasi masalah yang sebenarnya - Menganalisis informasi yang relevan - Mencari solusi yang efektif - Membuat keputusan yang tepat Namun, paradigma berpikir yang tidak tepat dapat menyebabkan kita: - Mengabaikan informasi yang penting - Membuat asumsi yang salah - Mencari solusi yan...

SOAL UAS TRY OUT MTK kelas 5

SOAL TRY OUT UAS SMT I Matematika Kelas 5 SD Quiz Matematika Kelas 5 SD Ayo kerjakan 20 soal berikut ini! 1. KPK dari 6 dan 8 adalah … a. 12 b. 24 c. 48 d. 2 2. FPB dari 24 dan 36 adalah … a. 6 b. 8 c. 12 d. 72 3. KPK dari 12, 18, dan 24 adalah … a. 36 b. 72 c. 48 d. 96 4. 3/4 + 1/2 = … a. 2/4 b. 3/4 c. 5/4 d. 6/4 5. 5/6 − 2/6 = … a. 3/6 b. 7/6 c. 3/12 d. 1 6. 7/8 + 3/4 = … a. 10/12 b. 13/8 c. 1 3/8 d. 4/12 7. 5/9 − 1/3 = … a. 4/9 b. 2/9 c. 6/9 d. 8/9 8. 2/5 + 3/6 = … a. 5/11 b. 27/30 c. 12/35 d. 11/25 9. 3/4 × 8/9 = … a. 24/36 b. 11/13 c. 2/3 d. 1 10. 3/5...